Friday, November 30, 2018

Pengamat Politik, DR Kadri Nilai Reuni 212 di Jakarta Sudah Tidak Efektif



Mataram – Pengamat Politik UIN (Universitas Islam Negeri) Mataram, DR Kadri menilai reuni 212 di Jakarta saat ini sudah tidak efektif karena banyaknya tesis-tesis yang bisa dibantah dari gerakan ini. Oleh karena itu, publik harus cerdas untuk memahami gerakan-gerakan yang memiliki irisan politik.
Jika dilihat dari awal pergerakan 212, ketika Ma’ruf Amin belum di  dideklarasikan sebagai calon presiden, justru mereka menumpang dengan kharismatik Ma’ruf Amin sebagia Ketua MUI Pusat. Tapi ketika Ma’ruf Amin dideklarasikan sebagia Cawapres Joko Widodo, mereka merekonstruksi lagi pernyataan dan reasoning yang mereka bangun untuk tidak mendukung Jokowi.
“Artinya mereka sesungguhnya mempunyai agenda meskipun tidak semuanya tapi dedengkotnya sudah mempunyai agenda sendiri tentang konstestasi politik ini paling tidak mereka linkage dengan kelompok yang berseberangan dengan Jokowi”, katanya ketika dihubungi wartawan (01/12/2018).
Oleh karena itu secara politik, ketika kontestasi politik ini sudah berjalan dan hampir memasuki tahun pemilihan. Mereka terus ingin menjaga momentum, menjaga kekompakan secara emosional dan juga ingin membangkitkan memori publik tentang Pilkada DKI yang kemudian di coba untuk di transformasikan gayanya ke pilpres. 
“Jadi simpul-simpul identitas dan kecaman emosional mulai dibangkitkan kembali dengan harapan suara umat yang katanya terjadi pada saat Pilkada DKI bisa di transformasikan ke pemilu 2019” jelasnya.
Tapi menurutnya, memang makin  hari gerakan ini tidak terlalu efektif seiring dengan banyaknya tesis-tesis yang bisa dibantah dari gerakan ini. Jadi publik harus cerdas memahami gerakan in  tidak lagi membaca gerakan ini sebagai sebuah gerakan yang murni namun sebuah gerakan yang memiliki irisan politik.
“Masyarakat harus dikasih pencerahan sehingga politik ini akan berjalan lebih dewasa tanpa sentimen-sentimen yang sektarian seperti itu. Kan sekarang tidak ada persoalan kalau dulu mungkin pintu masuknya tentang penistaan agama sekarang apa, malah ulama yang bertarung kok di jelek-jelekan lalu mau mengkonsolidasikan apa”, tambahnya.
Tapi, kata dia, sebagai warga Negara untuk memiliki hak berkumpul dan berserikat harus dihargai cuman jangan sampai pertemuan atau perkumpulan itu beririsan politik apalagi sampai membangun narasi kebencian yang makin memperparah kontestasi.
DR Kadri, juga sepakat dengan pernyataan TGB yang menyebutkan bahwa dtidak ada perang dalam kontes politik ini, karena semua sama-sama muslim, sama-sama Indonesia, kedua pasangan calon tersebut juga orang baik.
“Kok malah kita yang memanas-manasi dan mengkotak-kotakan”, ungkapnya.
Makanya kita harus mengapresiasi pikiran dan kebijakan Ketum PP Muhamadiyah yang memberikan kebebasan dan keleluasaan bagi kader dan jamaahnya untuk menentukan pilihan ini.
“Jadi asik kan, Ketum PP Muhamadiyah tidak mendeklarasikan diri mendukung salah satu pasangan calon. Saya kira itu pesan dan contoh yang bagus di ruang publik. Tidak ada upaya menggiring ormas tertentu untuk mendukung salah satu calon. Terlepas mereka bergrilya dibelakang itu urusan lain”, jelasnya. 
Terakhir, menurut Dosen Komunikasi Politik UIN Mataram ini, kalau reuni 212 diarahkan ke hal politik sama saja dengan melakukan deklarasi dukungan yang sudah diarahkan ke ranah politik. **


Reuni 212 tak Bisa Goyang Elektabilitas Jokowi

Mading Indonesia – Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo atau Jokowi – Ma’ruf Amin, Arsul Sani mengatakan peserta aksi reuni Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) dapat dipastikan tidak pemilih Jokowi – Ma’ruf. Aksi ini pun, kata dia, tidak akan menimbulkan efek apapun bagi elektabilitas Jokowi – Ma’ruf.
“Karena yang mau ikut 212 itu sudah pasti tidak memilih pak Jokowi, sudah bisa dipastikan itu,” kata Arsul di Media Center Jokowi – Ma’ruf, Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Rabu 28 November 2018.
Kecenderungan tidak memilih Jokowi ini, kata Arsul, yang jadi alasan TKN tidak khawatir dengan acara itu. Para pendukung Jokowi pun tidak akan mau mengikuti reuni aksi Bela Islam pada 2 Desember 2016 itu.
Ia menilai aksi reuni 212 yang sebentar lagi akan digelar ini sarat kepentingan politik. Ia mengatakan aksi kali ini berbeda dengan aksi awal pertama saat massa berkumpul merespon ucapan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang mereka nilai telah menistakan agama. Pada saat itu, kata Arsul, memang murni dipicu oleh ketersinggungan agama dan akidah.
Arsul membantah pernyataan Penanggung Jawab Reuni Akbar 212, Slamet Ma’arif yang mengatakan aksi 2 Desember 2018 di lapangan Monumen Nasional (Monas) tidak bermuatan politik. Ajang kumpul pegiat Aksi Bela Islam disinyalir menjadi kegiatan politis untuk mendukung salah satu calon presiden dalam Pilpres 2019.
Acara ini, kata Slamet, murni ajang silaturahmi peserta Aksi Bela Islam dua tahun lalu. “Tokoh lintas agama pun hadir di reuni 212, bukan ajang politik praktis atau kampanye paslon tertentu,” kata Slamet dalam konferensi pers di Gedung Dewan Dakwah Islam Indonesia, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu, 28 November 2018 dan meminta peserta berpakaian putih-putih, membawa bendera merah putih dan bendera tauhid.
Faktanya adalah acara reuni 212 ditunggangi HTI karena dalam acara tersebut peserta diminta membawa bendera tauhid. Aksi itu jelas sekali menjadi ajang kampanye HTI selain politik praktis untuk mendukung Prabowo-Sandiaga. FPI dan HTI bersekutu mendukung Prabowo-Sandiaga. Melalui reuni 212, FPI dan HTI mau membuka kembali polemik bendera HTI agar membuat gaduh, memancing kericuhan dan kerusuhan.

Faizal Assegaf Ajak Alumni 212 Insaf

Mading Indonesia – Mantan pendiri Presidium Alumni 212, Faizal Assegaf menilai reuni akbar 212 yang akan di gelar di Lapangan Monas, Jakarta Pusat pada Minggu 2 Desember 2018 sudah tidak jelas dasarnya.
Menurutnya, gerakan awal 212 ini dilakukan oleh umat Islam yang bertujuan mengenai kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Apalagi kasus itu pun sudah selesai dan sesuai dengan tujuan yakni memenjarakan Ahok.
Dirinya menilai, Reuni 212 ini justru hanya dimanfaatkan sebagai bungkusan politik salah satu Capres untuk menjadi ajang kampanye terselubung.
“Mereka jangan melakukan politik kardus,” ungkap Faizal dalam siaran tertulisnya, Kamis (29/11/2018).
Faizal pun mengimbau agar para anggota alumni 212 untuk segera insaf. Apalagi menurutnya, Presiden Joko Widodo sudah menaungi serta mengayomi berbagai unsur di masyarakat dan umat.
“Karena Jokowi sudah milik umat,” jelas dia.
Lebih lanjut kata dia, gerakan 212 saat ini sudah tidak lagi membawa pengaruh yang signifikan di masyarakat. Karena saat ini 90 persen masyarakat lebih mendukung Jokowi. Dukungan itu makin diperkuat dengan hadirnya KH Ma’ruf Amin sebagai Cawapres yang menjadi tokoh MUI milik umat.
“Kalau pun ada isu hanya di media sosial saja,” ujarnya.

Reuni 212 Jangan Dipolitisasi


Jakarta – Ketua Umum MUI DKI Jakarta, Munahar Mukhtar mempersilakan umat Islam untuk mengikuti acara Reuni 212 sebagai ajang silaturahim mempersatukan umat Islam. Oleh karenanya,masyarakat harus bisa menjaga imbauan tersebut sebagai amanah dengan tidak membawanya kearah politik atau bahkan anarkisme.

Sementara itu, Ketua MUI Jawa Barat Rachmat Syafei menegaskan larangan untuk turut serta datang dalam reuni 212 di Jakarta karena melihat esensi penyelenggaraan tersebut yang sudah kehilangan ruh dan rawan dipolitisasi. Atas dasar berbagai pertimbangan, seperti jarak dan keamanan maka disarankan agar warga Jawa Barat melakukan kegiatan yang bermanfaat seperti melaksanakan pengajian di masjid-masjid, istigasah, atau zikir bersama untuk keselamatan bangsa Indonesia yang tidak harus dilakukan dari Jakarta.

Kegiatan Reuni 212 seharusnya menjadi ajang silaturahim umat, tanpa adanya unsur dan elemen politik yang turut serta didalamnya. Kegiatan tersebut harus murni dilaksanakan dengan latarbelakang semangat persaudaraan antar umat Islam untuk berkonsolidasi dan bertukar pikiran serta jauh dari kegiatan politik.

Masyarakat harus bersikap kritis dan waspada terhadap ajakan atau bujukan dari pihak-pihak tertentu untuk membawa kegiatan tersebut kearah politis yang condong ke salah satu pasangan capres. Kegiatan Reuni 212 harus bisa dibuktikan kepada masyarakat Indonesia bahkan dunia bahwa hal tersebut bukanlah bentuk kelanjutan atau eksistensi dari gerakan penuntutan pemidanaan mantan Gubernur DKI BTP

Reuni 212: 'Tak perlu' menurut NU dan Muhammadiyah

Reuni 212 yang direncanakan di Monas, Jakarta, pada Minggu (02/12) dinilai tak perlu oleh dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Menurut dua organisasi ini acara ini tak relevan lagi karena misi yang dibawa kental dengan nuansa politis yakni dukungan terhadap salah satu calon presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas, mengatakan secara organisasi NU tidak akan terlibat dalam reuni 212 jika pesan yang disuarakan berisi politisasi agama, adu domba, dan menimbulkan perpecahan di masyarakat.
"Perlu kami tegaskan, niat naik reuni yang sedianya mempererat persaudaraan dengan menjunjung tinggi etika dan tata cara bersilaturahmi, jangan dicederai dengan politisasi agama, jangan juga mau diadu domba, dipecah belah," ujar Robikin Emhas kepada wartawan Quin Pasaribu untuk BBC News Indonesia, Kamis (29/11).
"Karena itu sama dengan merendahkan agama," sambungnya.
Sikap NU tersebut, katanya, sudah disampaikan secara internal kepada warga NU. Sehingga dia berharap, warga NU bisa mengikuti sikap organisasi.
"Warga NU sangat paham merepresentasikan diri. Jadi tidak perlu ada arahan detail karena kami yakin mereka sudah paham dan bisa memilah mana yang diikuti," jelasnya.
Meski begitu, jika ada kader NU yang ikut dalam aksi reuni 212, dilarang untuk membawa atribut bendara organisasi dan tidak melakukan tindakan yang melawan hukum.
"Jangan melakukan hate speech atau tindakan yang menimbulkan permusuhan. Sebab niat baik memperat persaudaraan itu harus dilakukan dengan menjunjung tinggi etika dan tata cara dalam bersilaturahmi."

Membebaskan kader

Sejalan dengan Nahdlatul Ulama, Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, juga menyebut secara organisasi Muhammadiyah tidak terlibat dalam reuni 212. Namun di sisi lain, membebaskan kadernya ikut dalam aksi tersebut.
"Kalau sebagai warga negara ada warga Muhammdiyah ikut aksi, maka tindakan itu merupakan sikap pribadi. Maka segala konsekuensinya, merupakan tanggung jawab pribadi," jelas Abdul Mu'ti kepada BBC News Indonesia, Kamis (29/11).
Karenanya, kata dia, warga Muhammadiyah yang ikut dalam aksi reuni 212 dilarang membawa maupun menggunakan atribut dan fasilitas organisasi.
Abdul Mu'ti juga mengatakan, misi seperti "bela Islam" yang disuarakan oleh kelompok 212 sesungguhnya tidak relevan dengan kondisi yang ada. Baginya, nuansa politis justru lebih terasa ketimbang unsur agama.
"Itu (reuni 212) muatan politik sangat tinggi. Tapi kepentingan politik itu dilegalkan atau diberikan endorsement dari agama, khususnya agama Islam," jelasnya.
Beberapa tokoh Muhammadiyah, diakui Abdul Mu'ti, akan nimbrung di Monas. Namun ia enggan menyebut nama mereka. Hanya saja jika berkaca pada reuni 212 tahun lalu, mantan Ketum Muhammdiyah Amien Rais ikut serta dan turut berbicara di atas panggung. Saat itu, Amien meminta Presiden Jokowi agar tidak menjual aset negara kepada pihak asing.
Sementara itu, sejumlah tokoh NU yang tergabung dalam Barisan Kiai Santri Nahdliyin (BKSN), disebut akan hadir. Gerakan nonstruktural Nahdlatul Ulama ini sebelumnya mendeklarasikan diri sebagai pendukung Prabowo-Sandiaga.

MUI: reuni 212, pemerintah jangan takut

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyebut tak ada sikap resmi lembaganya terhadap aksi reuni 212 kali ini. Dia memandang, gelaran pada Minggu (02/12) nanti adalah hal yang wajar.
"Itu kan reuni, jadi sah-sah saja. Oleh karena itu janganlah pihak-pihak lain meresponnya secara berlebihan," ujar Anwar Abbas.
"Hanya kalau mau menyampaikan pendapat dilakukan dengan baik, jangan mencela, menghina, apalagi mengejek," tambahnya
Dia juga meminta pemerintah tak khawatir apalagi takut menghadapi aksi tersebut karena pada acara tahun lalu acara itu dapat diatasi.
"Kalau ada suara memojokkan pemerintah, ya pemerintah jangan takut. Dijawab saja. Kecuali pemerintah melakukan hal yang dituduhkan itu. Jadi jangan takut," ucap Anwar Abbas.
Sebelumnya, Kelompok 212 mengklaim tidak akan mengkampanyekan Prabowo Subianto secara terbuka di acara Reuni 212.
Meski begitu, tim pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno yakin reuni 212 akan memberi efek elektoral signifikan bagi capres-cawapres nomor urut dua tersebut.
Namun keyakinan itu diragukan seorang pengamat politik Islam yang menganggap Reuni 212 tak punya momentum untuk menggerakkan sentimen identitas agama para pemegang hak suara.
Sumber :www.bbc.com

Wiranto: Rencana Reuni 212 Sudah Tidak Relevan, Polisi Bisa Tidak Berikan Izin


Terkait reuni 212, Menkopolhukam Wiranto menyatakan bahw reuni gerakan 212 sudah tidak relevan, sebab masalah Ahok sudah selesai.

Menurut Wiranto, gerakan 212 saat itu sudah jelas ditujukan ke Ahok dan masalahnya pun sudah selesai, jika ingin demonstrasi kembali masalah tersebut maka reuni gherakan 212 tidak relevan lagi.

Wiranto juga menjelaskan, sebenarnya Polisi bisa tidak memberikan izin terhadap suatu aksi jika dianggap tidak relevan.

Sumber : www.kompas.tv

Ini Tokoh dan Ormas yang Tolak Aksi Reuni 212 di Monas, Panitia Sebut Ada Upaya Menghalangi


Kapitra mengatakan seharusnya umat islam mengajak kepada kebaikan bukan dengan aksi yang seperti berbau politik.

“Dulu kan aksi Bela Islam itu meminta Ahok dipenjara, kan itu sudah. Masa sekarang minta Ahok dihukum seumur hidup. Tinggalkan ketololan kalian,” kesal Kapitra.

Kapitra mengaku menurutnya, demo aksi 212 ini sudah tidak murni lagi serta bermetamorfosis membela salah satu kandidat calon presiden nomer urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
“Jangan dibungkus aksi 212 yang dulu bagus dan sakral dengan sesuatu yang zolim. Jangan berlebihan dan lebay,” tegas Kapitra.

4. Menko Polhukam Wiranto

 Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto dalam menanggapi aksi reuni 212 ini, menilai tidak relevan lagi, dilansir dari Kompas.com, Rabu (28/11/2018).

Hal ini lantaran seperti tujuan gerakan ini, pada awalnya mendemo mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kala itu dianggap menista agama.

Wiranto menilai tak relevan lagi karena Ahok sendiri telah ditahan dan permasalahan tersebut sudah dianggap selesai.

"Gerakan itu kan sudah punya tujuan, sudah jelas sasarannya, ke saudara Ahok dan itu sudah selesai. Kalau sudah selesai nanti mau demontrasi lainya ya silahkan saja, Tapi kan kalau demontrasi soal Ahok tak relevan lagi," katanya di Bandung, Selasa (28/11/2018).
Lanjutnya, Wiranto menuturkan, mendekati tahun politik, seharusnya energi dan kegiatan diarahkan untuk membangun partisipasi publik untuk ikut serta dalam pemilihan umum (Pemilu).

Wiranto juga berharap masyarakat bisa jadi bagian sukses Pemilu, bukan malah menjadi bagian dari terhambatnya pemilu.

"Kalau Pemilu sukses maka demokrasi kita berjalan lebih lebih maju lagi tapi kalau pada saat Pemilu kita ricuh menjelang Pemilu, ada kekacauan itu kan menandakan bahwa demokrasi kita tidak pernah dewasa," katanya.


Penjelasan Panitia 212


Ketua Panitia Reuni 212 Bernard Abdul Jabbar menuturkan ada upaya pihak tertentu yang menghalangi terselenggaranya acara Reuni 212, dilansir dari TribunJakarta.com.

"Penggembosan-penggembosan terkait acara ini. Dilaporkan ada beberapa daerah yang ingin ikut justru menghadapi hambatan sebagaimana 2 tahun ini.

Bus-bus yang sudah dipesan dibatalkan sepihak dari PO karena dapat tekanan dari orang yang tidak diketahui yang mereka sendiri bertanya tapi nggak dijelaskan. Kemudian tiket yang sudah dicarter semua dibatalkan sepihak," bebernya.

Bernard pun memastikan Reuni 212 nantinya akan berlangsung tertib.

Jika ada pihak yang membuat kerusuhan, kata Bernard, itu merupakan penyusup dan bukan berasal dari alumni 212.


"karena kami mendengar isu beberapa kelompok penyusup yang akan melakukan kerusuhan dan sebagainya atau mungkin memberikan makanan yang sudah dicampur zat-zat tertentu ada hal yang ingin menjadi masalah jadi kisruh.

Kami sudah jelaskan ke Wakapolda kalau acara nanti tanggal 2 ada orang tertentu yang membuat kerusuhan kami jamin itu bukan dari kami. Kami yakinkan maka kami akan melawan orang yang berdosa tersebut," ujarnya.

Ia juga memastikan adanya tudingan terkait reuni 212 itu ditunggangi kepentingan politik adalah fitnah.

Sumber :http://wow.tribunnews.com

Thursday, November 29, 2018

Reuni 212 Cenderung Politis, Mui NTB Himbau Warga NTB Perbanyak Berdoa Demi Keselamatan Bangsa



Mataram – MUI NTB (Nusa Tenggara Barat) menghimbau warga NTB tidak mengikuti reuni 212 di Jakarta dan mengajak warga untuk lebih memperbanyak melakukan kegiatan doa dan zikir bersama demi keselamatan bangsa dan negara di masjid-masjid yang ada di NTB.
Ketua MUI NTB, Prof Syaiful Muslim menilai reuni 212 di Jakarta, cenderung politis karena sudah tidak ada esensi agamanya. Lebih baik masyarakat melakukan kegiatan positif seperti mengadakan kegiatan doa bersama, zikir akbar dan tausiah dengan mengusung tema-tema persatuan dalam rangka menjaga keselamatan dan keberlangsungan bangsa dan Negara. Apalagi tahun ini adalah tahun politik, dimana persatuan dan kesatauan bangsa harus tetap terjaga meskipun berbeda pilihan politik. 
“Reuni 212 dalam pandangan kami sudah tidak ada esensi agamanya dan cenderung mengarah kepada kegiatan politik”, katanya.
Dilihat dari pengalaman dan sejarah gerakan 212, awalnya gerakan tersebut ditujukan untuk menyikapi penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama. Saat itu MUI juga sudah bersikap dan Basuki Tjahaja Purnama juga sudah mendapatkan hukuman. Artinya kasus penistaan agama oleh Ahok sudah selesai sehingga tidak relevan lagi mengadakan kegiatan 212.
“Maka dari itu, warga NTB dihimbau untuk tidak berangkat ke Jakarta. Perbanyak saja ibadah, berdoa dan berzikir bersama di masjid-masijd yang ada di NTB”, ungkapnya.
Lebih lanjut, Prof Syaiful Muslim meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan politik yang dibungkus dengan kegiatan keagamaan.
“Warga tidak dilarang untuk melakukan kegiatan politik namun jangan sampai kegiatan politik tersebut menggunakan simbol-simbol agama”, terangnya.
Himbauan tersebut juga disampaikan dalam rangka menyikapi eskalasi persaingan politik pada Pemilu 2019 mendatang. Dikhawatirkan persaingan politik dapat menimbulkan kegaduhan dan memicu terjadinya problematika baru yang dapat merugikan masyarakat secara umum. **

Pernyataan Pers, Hendardi, Ketua SETARA Institute Terkait Aksi Reuni 212


1. Rencana reuni aksi 212  pada 2/12/2018 mendatang telah menggambarkan secara nyata bahwa aksi yang awalnya digagas oleh sejumlah elit Islam politik pada 2016 dan kemudian di repetisi pada 2/12/2017 adalah gerakan politik. Sebagai sebuah gerakan politik maka kontinuitas gerakan ini menjadi arena politik baru yang akan terus dibangkitkan sejalan dengan agenda-agenda politik formal kenegaraan terutama jelang Pilpres 2019.

2. Menguasai ruang publik (public space) adalah target para elit 212 untuk terus menaikkan daya tawar politik dengan para pemburu kekuasaan atau dengan kelompok politik yang sedang memerintah. Bagi mereka public space adalah politik. Jadi, meskipun gerakan ini tidak memiliki tujuan yang begitu jelas dalam konteks mewujudkan cita-cita nasional, gerakan ini akan terus dikapitalisasi.

3. Disesalkan bahwa gerakan 212 menggunakan pranata dan instrumen agama Islam, yang oleh banyak tokoh-tokoh Islam mainstream justru dianggap memperburuk kualitas keagamaan di Indonesia. Apapun alasannya, populisme agama sesungguhnya menghilangkan rasionalitas umat dalam beragama. Juga menghilangkan rasionalitas warga dalam menjalankan hak politiknya.

4. Namun demikian, dua tahun hampir berlalu gerakan ini mulai kehilangan dukungan sejalan dengan meningkatnya kesadaran warga untuk menjauhi praktik politisasi identitas agama untuk merengkuh dukungan politik atau menundukkan lawan-lawan politik. Warga juga telah semakin sadar dan pandai melihat bahwa gerakan semacam ini membahayakan kohesi sosial bangsa yang majemuk. Jadi, kecuali untuk kepentingan elit 212, maka gerakan ini sebenarnya tidak ada relevansinya menjawab tantangan kebangsaan dan kenegaraan kita. Tks.

Reuni alumni 212, Bela Agama atau Manusia?


Menurut berita yang beredar, peserta aksi 212 yang pernah menuntut Ahok untuk ditetapkan sebagai tersangka pada kasus penodaan agama, akan melaksanakan reuni kembali. Sebagaimana kita ketahui, aksi 212 sendiri merupakan aksi jilid ke-3 dari rangkaian aksi pada tahun 2016 silam.
Namun aksi reuni 212 yang rencananya akan digelar di Monas pada tanggal 2 Desember nanti, akan lebih mengarah kepada kampanye untuk mendukung pasangan calon nomer 2, yaitu Prabowo dan Sandi. Aksi yang pertama kali digelar dalam rangka membela islam pada 2016 silam  pada akhirnya mengarah kepada kepentingan politik praktis.
Hal itu diketahui setelah ketua Persaudaraan Alumni 212, Slamet Maarif didapuk sebagai Wakil Ketua Badan Pemenangan (BPA) Prabowo-sandi dan para alumninya akan mengadakan Jambore Nasional Relawan (JNR) 212 sebagai bentuk persiapan menjelang reuni alumni 212 2 Desember nanti. 2 tahun berselang, aksi yang menyuarakan pembelaan terhadap agama dan ulama pada akhirnya pula malah membela dan mendukung pasangan Capres-Cawapres.
Pada perkembangan aksi yang berjilid-jilid dan selalu mengatasnamakan agama islam ini tidaklah benar-benar konsisten mempertahankan siapa yang dibela. Padahal, mereka selalu terlihat kompak dan bersatu mengaku membela Hak agama dan Tuhan yang dihinakan. Tapi dalam proses selama aksi berlangsung, banyak terdengar suara-suara berbau politis seperti 2019 ganti presiden, menyuarakan anti pemerintah, pemerintah dzolim dan lain-lain.
Pada awal aksi berjilid-jilid tersebut digelarpun, maksud dan tujuannya pun sebenarnya sudah terbaca. Ya, mejatuhkan lawan politik dengan aksi yang sebenarnya hanya membuang-buang waktu dan biaya saja. Bayangkan, berapa ribu orang merapat ke Jakarta dan berapa juta uang yang dikeluarkan. Mbokyo, uang tersebut lebih baik dipakai untuk mensejahterakan tetangga atau yatim, tentu lebih bermanfaat dibanding hanya untuk aksi berkedok membela agama yang ujung-ujungnya membela calon pejabat.
Dalam suatu perbincangan yang diadakan oleh Tv One, salah satu penasihat alumni 212 sekaligus ketua umum Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi) Usamah Hisyam menyatakan mengundurkan diri dari anggota penasihat PA 212. Ia menilai aksi reuni 212 nanti sangat berbau politis dan mengarah untuk mendukung salah satu calon presiden. Ia juga menegaskan bahwa yang dibela oleh PA 212 bukan lagi Tuhan, melainkan manusia.
Penulis mengira, mungkin ketum Parmusi ini dulu merasa khilaf. Mengapa ia baru menyadarinya sekarang dan bukan dari dulu? Lah wong menjatuhkan Ahok dari kontestasi politik melalui aksi berjilid-jilid dengan mengaitkannya dengan kasus yang sebenarnya sedang diproses secara hukum saja sudah sangat politis, kok malah dari dulu merasa membela Tuhan. Bukannya Tuhan itu tidak membutuhkan pembelaan hambanya dan mempunyai kekuasaan yang mutlak atas seluruh alam dan mahluknya? Dengan sendirinya, Tuhan akan menunjukan kekuasaan-Nya.
Tapi penulis tetap bersyukur, Ketum Parmusi ini akhirnya mengakui kekhilafannya dan telah kembali menuju jalan yang benar.
Di sisi lain, ketua PA 212 tetap konsisten dengan reuni yang akan dilaksanakan 2 Desember nanti. Ia justru berdalih bahwa yang dibela adalah agama dan ulama. Ketika ditanya mengenai pernyataan Usamah Hisyam di atas, Ia malah berdalih bahwa aksi reuni 212 nanti akan difokuskan membela sehelai kain bertuliskan kalimah tauhid (bendera tauhid menurutnya). Bendera yang sebenarnya dipertanyakan kegunaan dan manfaatnya bagi bangsa dan Negara.
Sejauh pengamatan penulis, sebagian golongan yang menyatakan merasa perlu membela bendera tersebut mengatakan, bahwa bendera tersebut merupakan bendera islam dan merupakan simbol kebesaran. Padahal dalam beberapa literatur, bendera tersebut dinyatakan bukanlah bendera islam yang sama sekali tidak pernah dinyatakan oleh Rasulullah. Padahal, Rasulullah menggunakan bendera yang mempunyai banyak variasi warna dan ukuran yang hanya dipakai ketika berperang. Bias disimpulkan, klaim bendera tersebut bukanlah suatu kebenaran.
Terlepas dari semua itu, aksi reuni PA 212 sangatlah tidak penting untuk dilaksanakan. Sebab, hanya sekedar membuang waktu, tenaga, pikiran, dan yang pastinya uang. Daripada mengikuti aksi tersebut, lebih baik fokus kerja dan kalau sempat ikut pengajian. Bukan begitu pembaca yang budiman?

Sumber :https://nyarung.com

Alumni 212 Kapitra Ampera, Nilai Reuni Aksi 212 Lebay



JAKARTA - Masih terkait dengan rencana kegiatan reuni akbar 212 di Monas, Jakarta Pusat, pada (2/12/2018) mendatang, mantan kuasa hukum Rizieq Shihab yang juga mantan anggota Alumni Persaudaraan, Kapitra Ampera mengaku bingung dengan aksi demo berkepanjangan 212.
“Itu aksi apa ya? Mana ada reuni di dunia ini terus-terusan. Tidak pernah ada tuh reuni perang Ba’dar dan Uhud seperti itu. Itu nggak Islami,” keluh Kapitra saat dihubungi, Rabu (28/11/2018).

Kapitra memberikan nasihat seharusnya umat Islam itu mengajak kepada kebaikan bukan jahat atau beringas seperti agenda reuni aksi 212 yang telah berbau politik.
“Dulu kan aksi Bela Islam itu meminta Ahok dipenjara, kan itu sudah. Masa sekarang minta Ahok dihukum seumur hidup. Tinggalkan ketololan kalian,” kesal Kapitra.
Kapitra menilai, demo aksi 212 ini sudah tidak murni lagi serta bermetamorfosis membela salah satu kandidat calon presiden nomer urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

“Jangan dibungkus aksi 212 yang dulu bagus dan sakral dengan sesuatu yang zolim. Jangan berlebihan dan lebay,” tegas Kapitra.
Bila aksi Alumni 212 itu tetap dilakukan, maka Kapitra berencana akan membuat aksi tandingan dengan jumlah massa dua juta orang.
 

Sumber :http://www.tribunnews.com

Jelek-jelekkan Indonesia di Luar Negeri, Kenegarawanan Prabowo Dipertanyakan


JURU bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin Lena Maryana Mukti mempertanyakan kenegarawanan Prabowo Subianto.
“Sikap kenegerawanan Prabowo patut dipertanyakan,” kata Lena, Kamis (29/11)
Lena menyatakan hal itu menanggapi Prabowo yang dalam pidatonya di World in 2019 Gala Dinner di Singapura mengatakan korupsi di Indonesia sudah seperti kanker stadium 4.
“Demi kepentingan merebut kekuasaan, beliau tega menjelekkan pemerintahan yang sah yang terpilih secara konstitusional di publik internasional,” kata Lena yang juga politisi PPP itu.
Senada, Ace Hasan Syadzily yang juga juru bicara TKN Jokowi-Amin, mempertanyakan kenegarawanan Prabowo.
“Acara di Siangapura itu dihadiri tokoh-tokoh negara lain. Jika Prabowo negarawan, ia justru meyakinkan negara-negara lain untuk menanamkan modal di Indonesia,” ujar Ace.
Ace juga menyebut Prabowo terlalu naif. "Terlalu naif, hanya karena ingin mendapatkan kepercayaan dari negara lain, dengan menjelek-jelekan bangsanya sendiri."
Ace kemudian menilai Prabowo tidak etis. “Apa karena ingin mendapatkan dukungan dari Singapura dan Malaysia harus menjelek-jelekan bangsa sendiri? Dukungan suara itu dari rakyat Indonesia, bukan dari negara lain."
Prabowo juga menyinggung Pemilu Indonesia yang menurutnya tidak demokratis. Padahal, kata Ace, dunia mengakui Indonesia sebagai salah satu negara paling demokratis.
“Hanya karena Pak Prabowo kalah dalam capres beberapa kali lalu dikatakan pemilu kita tidak bersih, begitu? Pemilu yang dilaksanakan di Indonesia ini diawasi rakyat. Bahkan Indonesia dikenal sebagai salah satu negara demokratis di dunia," pungkas politisi Golkar itu. (RO/OL-2)

Sumber : http://mediaindonesia.com

Gosip atau fakta, Aksi 212 berbalut politik?


Dewasa ini pertanyaan “gosip atau fakta, aksi 212 berbalut politik?” menjadi banyak pertanyaan di masyarakat. Mengapa? Pasalnya setelah ditelisik gerakan 212 ini seperti memiliki unsur politik dalam pelaksanaannya. Mereka mengatas namakan bela Islam untuk mempengaruhi orang Islam membenci gubernur DKI Jakarta yang pada saat itu di jabat oleh Basuki Tjahja Purnama.
Pertanyaan semacam itu diperkuat lagi oleh pemberitaan bahwa aksi ini akan kembali digelar sebagai ajang reuni parra anggotanya. Reuni? Bukankah gerakan ini sudah dianggap bubar? Inilah yang menjadi sebab masyarakat terus bertanya dan berpikir bahwa gerakan ini benar – benar berbalut dan ditunggangi kepentingan politik. Pelaksanaan reuni jelang pilpres juga turut menjadi alasan mengapa mereka menuding aksi ini sebagai aksi yang berbalut politik.
Menengok masa lalunya, aksi 212 ini  sebenarnya tak perlu digelar untuk membesarkan masalah sehingga sampai melengserkan jabatan Ahok yang saat itu menjadi tersangka penistaan agama. Padahal, kepemimpinan gubernur DKI ini cukup baik dalam kinerja dan sepak terjangnya menangani masalah jakarta . Contoh masalah yang dihadapi Jakarta pada saat itu adalah kemacetan, kinerja PNS dan pegawai pelayanan masyarakat, tempat perjudian dan prostitusi yang merebak dan masih banyak masalah lain seperti banjir . Pada waktu itu, penataan dan penanganan masalah – masalah di atas sudah mulai teratasi dengan mendisiplinkan berbagai aspek. Contohnya penutupan tempat prostitusi, penanganan masalah banjir kiriman, penegasan sanksi terhadap PNS yang terlambat datang atau PNS yang kurang disiplin. Semua itu sedang mulai berjalan dan penataan Jakarta sudah mulai tampak. Sayang sekali, pohon yang sedang bertumbuh subur itu harus dipangkas paksa sebelum ranum buahnya karena kasus penistaan agama Islam yang dilakukan gubernur bermata sipit ini.
Entah benar atau tidak, penudingan terhadap aksi 212 ini berbalut politik. Buktinya, aksi ini sukses melengserkan kepemimpinan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama karena tuntutannya yang mengharuskan gubernur ini harus dihukum. Padahal, menurut beberapa ulama dari NU dan Muhamadiyah, kasus ini tak perlu dibesar – besarkan. Jika Ahok memang tidak paham dengan kesalahaanya tugas seorang muslim adalah menjelaskannya dan meminta Ahok untuk meminta maaf secara terbuka kepada seluruh umat Islam yang merasa dinistakan.
Ada jalur yang perlu ditempuh sebelum proses hukum, yaitu memaafkan, memperingatkan untuk tidak mengulangi lagi dan meluruskan kesalahan. Namun, pelaku aksi ini kekeh untuk memperkarakan kasus ini.
Tapi, siapa sangka jika semangat aksi ini untuk memperkarakan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok kemudian memunculkan tuduhan bahwa aksi 212 memiliki tujuan politik. Semua itu kembali pada masyarakat yang akan menilai dan menyaksikan benar atau tidaknya. Nyatanya, banyak fakta menuturkan demikian.
Publik tentu terbelah dengan aksi ini. Kelompok yang mendukung tentu saja menganggap hal ini sebagai cara untuk ikut memuliakan Tuhan dan menegakkan aturan versi mereka. Tanpa harus melewati perundingan, hukum harus ditegakkan. Masyarakat yang pro ini juga menilai aksi bela Islam sebagai aksi yang harus dan wajib digelar karen alasan membela agama Allah.
Namun, bagaimana respon dari masyarakat yang kontra dengan aksi ini? mereka yang kontra berkomentar bahwa aksi ini berlebihan. Apalagi, kesan yang ditinggalkan oleh aksi ini dianggap buruk. Dengan aksinya yang terkenal brutal karena sampai membakar kendaraan dan membuat kebisingan serta kemacetan panjang maka mereka menilai aksi ini tidak perlu. Apalagi banyak masyarakat yang mengeluh terganggu dengan aksi ini. Pasalnya, banyak dari mereka yang merasa dirugikan karena harus terlambat datang ke tempat kerja, ke sekolah atau ke tempat lain. Kemacetan total yang disebabkan aksi ini, dinilai oleh mereka sangat mengganggu kenyamanan berlalu lintas. Jadi, mereka yang kontra terus menganggap aksi ini tidak beretika.
Ditambah lagi, gosip aksi ini dibaurkan dengan kepentingan politik. Maka masyarakat yang kontra semakin tidak suka dengan kabar akan digelarnya kembali aksi ini sebagi ajang reuni para anggotanya. Betapa tidak mereka tidak setuju, yang lalu saja meninggalkan kesan buruk dengan tidak memperhatikan lingkungan sekitar demo. Kok ya mau diulangi lagi? Sudah tahu tidak baik, mau diulangi lagi itu kan sama saja keblinger.
Jadi, apa jawaban yang benar mengenai gosip itu? Disinyalir dari aksi – aksinya, timing pelaksanaannya diduga kuat aksi ini memang memiliki kepentingan politik yang kuat. Namun, kepiawaian mereka mengatasnamakan Islam dimana merupakan agama terbesar di negeri ini, maka aksi ini sukses dicap pembela Islam. Padahal, jika benar aksi ini ditumpangi politik, maka tujuan utama membela Isla menjadi semu. Dan semua itu dianggap kamuflase semata untuk merebut simpatik rakyat. Akankah ini menjadi gambaran politik kita di masa depan? (JP)

Sumber :https://hitamputih.co

Reuni 212 Dinilai MUI Jabar Melenceng, Warga Diminta Tak ke Jakarta


MUI Jawa Barat mengimbau warga tidak mengikuti kegiatan reuni 212. Alasannya, gerakan yang dijadwalkan digelar di Jakarta pada 2 Desember mendatang itu sudah tidak murni sebagai kegiatan berlandaskan keagamaan.
Ketua MUI Jabar, Rachmat Syafe’i menilai aksi 212 sudah kehilangan esensi dan cenderung melenceng pada kegiatan berbau politik. Daripada mengikuti aksi tersebut, lebih baik menghabiskan waktu dengan kegiatan yang positif, seperti melakukan kajian keagamaan di temoat ibadah.
“Banyak yang datang ke MUI Jabar menanyakan esensi aksi reuni 212. Dari pengamatan kami, (rencana aksi) sudah melenceng ke arah politik,” katanya di kantor MUI Jabar, Jalan L.L.R.E Martadinata, Kota Bandung, Rabu (28/11/2018).
Ia menjelaskan, kegiatan 212 sudah selesai ketika Basuki Tjahaja Purnama dinyatakan bersalah dalam sidang kasus penistaan agama. Untuk itu, MUI Jabar meminta masyarakat tidak terprovokasi dengan kegiatan yang tidak jelas asal usulnya.
Lebih lanjut Rachmat pun meminta kepada masyarakat untuk tidak membungkus kegiatan politik dengan keagamaan.
“Kegiatan politik silahkan saja berjalan, tapi jangan sampai menggunakan embel-embel agama,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Sekretaris MUI Jabar, Rafani Achyar mengatakan, meski sudah ada imbauan MUI, masyarakat asal Jawa Barat masih ada yang terkonfirmasi ikut dalam kegiatan jumlahnya tidak signifikan.
Ia meminta siapapun yang ikut dalam kegiatan tetap menjaga ketertiban dan mengikuti semua berdasarkan hukum yang berlaku.
“Dari laporan di daerah, warga Jabar tidak akan terlalu banyak yang berangkat ke acara itu (reuni 212). Tiap kabupaten kota ada yang berangkat, tapi tidak singnifikan jumlahnya,” terangnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam, Wiranto menyatakan aksi unjuk rasa bertajuk reuni 212 dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Maka dari itu, Polri sebagai salah satu institusi keamanan negara berhak untuk tidak memberikan izin.
Wiranto khawatir, aksi reuni 212 menimbulkan hiruk pikuk dan energi yang terbuang, serta membuat problematika baru. Untuk itu, ia menyarankan kepada semua masyarakat untuk fokus menghadapi dan menjaga pemilu 2019 berjalan aman, damai dan partisipasi masyarakat memilih calon pemimpin makin baik.
Menurutnya, pemilu yang baik akan berpengaruh pada nama baik bangsa secara keseluruhan. Pemilu yang damai dan tanpa konflik merupakan indikator demokrasi berjalan lebih maju.
“Kondisi sekarang ini kita jaga dengan baik, suhunya hangat boleh, tapi jangan mendidih,” terangnya usai menghadiri apel Danrem-Dandim terpusat di Pusat Persenjataan Infanteri (Pussenif) Jalan Supratman, Kota Bandung, Selasa (27/11/2018).
Maka dari itu, meskipun demonstrasi adalah hak warga dan bagian dari demokrasi serta kebebasan berpendapat, namun ia menilai pihak kepolisian bisa tak mengeluarkan izin terhadap rencana reuni 212. Ada beberapa faktor yang bisa dijadikan acuan Polri tak memberikan izin, seperti mengganggu ketertiban umum.
“Demonstrasi ada aturan main dan polisi berhak melarang, mengacu pada undang-undang. Misalnya jumlahnya terlalu banyak hingga mengacaukan lalu lintas bisa dilarang oleh polisi. Atau jumlah terlalu besar dan mengancam keamanan nasional, itu boleh dilarang, boleh,” katanya.
“Demonstrasi itu kebebasan berpendapat tapi jangan sampai mengganggu kebebasan orang lain, kalau demo kemudian menimbulkan kemacetan se-kota itu namanya bukan demonstrasi, tapi membuat kekacauan,” ia menambahkan. (MC)

Sumber : https://hitamputih.co

Reuni 212 Kehilangan Simpatik Umat Islam

Hampir satu tahun yang lalu, tepatnya 2 Desember 2017, ribuan umat islam dari berbagai daerah di Indonesia berkumpul di Jakarta. Kini, Persaudaraan Alumni (PA) 212 yang hadir di aksi tersebut bersiap untuk menggelar reuni, tepat di momen satu tahun aksi mereka.
Namun Dosen Univesitas Pamulang (Unpam) Sonny Madjid menyebut, umat islam mulai kehilangan simpatik terhadap kegiatan tersebut. Pasalnya, hampir semua kegiatan PA 212 bernuansa politik.
”Bagaimana mungkin mereka (PA 212) mengatakan bahwa reuni 212 tidak bermuatan politik. Sementara pelaksananya masuk dalam bagian politik praktis,” ungkap Sonny dalam keterangan tertulis, Jumat (23/11/2018).
Tokoh pelaksana yang dimaksud Sonny ialah Slamet Maarif. Juru Bicara Front Pembela Islam itu tercatat sebagai Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.
”Terus ada juru bicara aksi reuni 212 Novel Bakmumin juga pendukung Prabowo-Sandi. Kalau sudah begitu, tidak dipungkiri kalau reuni nanti disusupi kepentingan politik untuk capres-cawapres nomor urut 02,” tandasnya.
Sonny juga memprediksi, Slamet cs akan mendatangkan Prabowo-Sandi dalam reuni nanti. Jika demikian, reuni alumni 212 nanti bak kampanye terselubung.
”Saya yakin baik Prabowo dan Sandi dipastikan hadir, bisa salah satunya. Enggak mungkin enggak hadir, ini kan konsolidasi. Aksi reuni ini kesempatan untuk dikapitalisasi,” tegasnya.
Dari informasi yang beredar, kata Sonny, beberapa tokoh yang jelas mendukung pasangan Prabowo-Sandi akan hadir dalam pertemuan tersebut. Di antaranya Ustadz Tengku Zulkarnain yang jelas-jelas tidak akan mendukung KH Ma’ruf Amin yang dipilih Jokowi sebagai cawapresnya.
Kemudian ada Haikal Hassan Baras dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-U) yang sebelumnya bernama GNPF-MUI. Adalagi Ketua MUI Sumatera Barat Gusrizal Gazahar. Beberapa nama lainnya seperti Hidayat Nur Wahid dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais, Ustadz Arifin Ilham dari Majelis Dzikir Az-Dzikra, Elfa Hendri Mukhlis Ketua Umum Dai Rantau Minang.
”Silahkan dikroscek ulang. Saya dapat infonya nama-nama itu katanya hadir,” pungkas Sonny yang juga penggiat kajian ekonomi dan politik ini. [*]

Diminta Presiden Sebelum Akhir 2018, Jonan Janji Selesaikan Divestasi 51% Saham Freeport Secepatnya

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan berjanji akan menyelesaikan proses divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia secepat-cepatnya sebagaimana harapan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Kita coba selesaikan secepat-cepatnya,” kata Jonan kepada wartawan usai mengikuti Rapat Terbatas Percepatan Pelaksanaan Divestasi PT Freeport Indonesia, di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (29/11) siang.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam rapat terbatas itu Presiden Jokowi meminta agar semua tahapan proses Divestasi itu bisa diselesaikan, dan sudah final. Dharapkan sebelum akhir tahun 2018 ini, semuanya rampung.

“Proses divestasi PT Freeport adalah sebuah langkah besar untuk mengembalikan mayoritas kepemilikan sumber daya alam yang sangat strategis ke pangkuan ibu Pertiwi. akan kita gunakan sebesar-besarnya untuk peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, utamanya rakyat Papua,” kata Presiden Jokowi.

Tidak Ada Masalah

Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan, masalah divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia itu saat ini tinggal urusan mengenai lingkungan hidup, dan tadi sudah ada penjelasan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.

Kalau di Kementerian Keuangan, menurut Jonan, mungkin enggak masalah. Hanya ada beberapa penyesuaian saja, soal administrasi. Sedangkan di Kementerian ESDM juga ada, setelah itu selesai.

“Tinggal secara korporasi Inalum harus menyelesaikan proses akuisisinya itu yang paling besar memang pembayaran dan izin-izin,” ungkap Jonan seraya menambahkan, tentu saja itu harus beres dulu.

Kalau itu selesai, lanjut Menteri ESDM itu, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) akan segera terbit, sehingga final.



Sumber http://setkab.go.id/diminta-presiden-sebelum-akhir-2018-jonan-janji-selesaikan-divestasi-51-saham-freeport-secepatnya/

Wednesday, November 28, 2018

Mendikbud Sebut Gaji Guru Honorer Naik

Mendikbud Sebut Gaji Guru Honorer Naik
Jakarta – Jakarta – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menargetkan tahun depan gaji guru honorer naik sehingga kesenjangan antara porsi kerja dan hasil yang didapatkan bisa merata dan adil.
“Yang dimaksud merata tidak benar-benar rata, namun keadilan. Antara porsi kerja, masa kerja, dan beban kerja itu betul-betul mencerminkan honor atau penghargaan yang dapat diberikan,” ungkap Muhadjir saat konferensi pers dalam acara Rapat Koordinasi Penataan Guru dan Tenaga Pendidikan di Hotel Mega Anggrek, Jakarta Barat, Kamis (22/11/2018).
Muhadjir mengatakan definisi honorer sebagai guru pengganti untuk guru yang pensiun (guru pengganti pensiun). Selama ini tunjangan yang diberikan untuk mereka diambil dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Oleh karena itu, gaji yang diterima tidak banyak karena, menurut peraturan, juga dibatasi sehingga bisa dipastikan, jika guru pengganti tidak mendapatkan tambahan dari pemerintah daerah setempat, gaji yang akan diterima kecil.
“Maka kita usahakan tahun depan status upah guru pengganti pensiun (honorer) itu minimal sama dengan upah minimum regional (UMR) masing-masing,” tambah Muhadjir.
Menurutnya, hal tersebut yang sedang dipersiapkan. Kemendikbud juga sedang mencarikan jalan keluar terkait dengan hambatan regulasi bagi guru honorer untuk bisa menjadi aparat pegawai sipil negara.
Kemendikbud, katanya, juga sedang berupaya mencarikan jalan agar para guru pengganti pensiun mendapatkan perlakuan terhormat sebagai seorang guru.
Hingga saat ini, pihak Kemendikbud masih mendata ulang guru honorer dan data UMR di tiap-tiap daerah. Dia berharap nantinya akan ada kesepakatan mengenai guru yang termasuk ke kategori guru honorer.
“Ini ada kesepakatan juga oleh pak Dirjen, jadi Pak Dirjen aja yang tahu (spesifikasi guru honorer). Ya seperti yang saya bilang, jika ada guru yang mengajar satu mata pelajaran seminggu, dan tidak pernah berada di sekolah terus-menerus, dan setelah mengajar pergi dan mengerjakan pekerjaan lain, maka ia bukan guru honorer,” terang Muhadjir.
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi menanggapi positif hal tersebut. Ia merasa senang dan hal itu bisa menjadi hadiah saat Hari Guru Nasional nantinya.
“Mudah-mudahan ini menjadi kado Hari Guru Nasional yang bertepatan dengan hari ulang tahun guru nasional,” ujarnya.
Seementara Deputi II Kepala Staf Kepresidenan di Kantor Staf Presiden Yanuar Nugroho menegaskan, Presiden Joko Widodo terus mengingatkan bahwa ada 735.825 guru honorer yang bekerja di sekolah negeri tanpa ada kepastian status.
“Kepastian status inilah yang ingin diselesaikan dengan opsi status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)” kata Yanuar Nugroho yang juga seorang pendidik ini dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 2 November 2018.
Menurut Yanuar Nugroho, hingga saat ini Peraturan Pemerintah tentang Manajemen P3K belum terbit. Namun Presiden sudah meminta agar RPP Manajemen PPPK ini bisa secepatnya diselesaikan.
Diakui Deputi Kantor Staf Presiden yang menangani bidang Reformasi Birokrasi ini, perlu ada diskusi mendalam mengenai konsekuensi anggaran dalam proses penyusunannya.
Yanuar menyebut contoh pengangkatan 438.590 orang Tenaga Honorer Kategori-2 (THK-2) menjadi CPNS secara langsung tanpa ada tes berpotensi memiliki konsekuensi anggaran sebesar Rp 36 Triliun/tahun.
Angka itu belum termasuk dana pensiun. “Kalo kita mau berpikir rasional maka penambahan anggaran sebesar itu jelas membutuhkan banyak pertimbangan,” kata Yanuar menegaskan.
Yanuar mengatakan, setidaknya ada tiga alternative solusi yang digodok Kantor Staf Presiden bersama Kementerian terkait upaya meningkatkan kesejahteraan guru honorer.
1. Opsi pertama adalah membuka solusi CPNS 2018. Opsi ini bisa dipilih untuk penyelesaian isu krusial status tenaga honorer K-2 di bidang tertentu. Kebijakan ini dilakukan secara hati-hati, berbasis pada proses verifikasi dan validasi data yang dilakukan oleh BKD, BKN, Kepala Daerah serta Kementerian PAN dan RB dengan supervisi dari BPKP. Sistem seleksi dapat dilakukan aksi afirmatif antara lain; 1) membuka formasi CPNS untuk tenaga honorer, 2) uji kompetensi dasar dikompetisikan antar tenaga honorer (tidak digabung dengan pelamar umum).
2. Opsi kedua adalah memberi status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Opsi ini dari aspek tertentu lebih fleksibel dibandingkan dengan PNS. Contohnya terkait Batas Usia Pelamar (di atas usia 35 tahun) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Karena penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PP Manajemen P3K) dan Perpres tentang jabatan yang dibuka bagi P3K menjadi sangat urgent karena menjadi payung hukum penyelesaian masalah ketidakjelasan status pegawai dan pengangkatan tenaga honorer.
3. Opsi ketiga adalah pendekatan Kesejahteraan. Bagi tenaga honorer yang tidak lolos seleksi CPNS dan nantinya (apabila PP Manajemen P3K sudah ditetapkan dan terimplementasi) tidak juga lolos seleksi P3K, terdapat opsi pendekatan kesejahteraan. Pemerintah sedang mengkaji dampak fiskal untuk meningkatkan dukungan tambahan transfer daerah lewat mekanisme Dana Alokasi Umum dari Kementerian Keuangan agar Pemda dapat membayar gaji TH-K2 gaji sesuai UMR.
Yanuar menuturkan, pemerintah senantiasa melakukan berbagai simulasi untuk mencari jalan terbaik bagi guru honorer dengan menghitung estimasi setiap pilihan.
Pertimbangan mengangkat kesejahteraan guru dengan tetap mempertimbangkan keterbatasan anggaran dan menjaga standar guru kita.

“Ini upaya terbaik untuk semua Tenaga Honorer,” kata Yanuar sembari berharap agar Guru Honorer yang memenuhi syarat minimum mau melamar menjadi Guru PNS.
Yanuar tak sepakat dengan pandangan yang menyatakan nasib guru honorer menjadi seperti sekarang karena kesalahan mereka sendiri yang mau menjadi guru honorer.
Ia meminta semua pihak mengingat besarnya peran guru yang mau bekerja di daerah pelosok dan terpencil meski dengan honor yang minim. “Sudah kewajiban negara untuk memperhatikan kesejahteraan mereka,” kata Yanuar.

Pemerintah, kata Yanuar, tak sekedar memikirkan kesejahteraan tapi juga kompetensi dan seleksi. Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan pemerintah tak hanya bertanggung jawab pada guru namun juga pada murid dan orang tua murid.
Menurut Yanuar, jika tanpa seleksi, maka pemerintah tidak bisa memastikan guru yang mengajar anak kita memang telah memiliki standar kapasitas minimum tertentu.
Proses seleksi juga membantu memastikan distribusi guru menjadi lebih merata. Jadi seleksi harus tetap ada. “Detail kriterianya seperti apa, masih bisa kita diskusikan,” tutup Yanuar.
Program guru honorer yang baik oleh pemerintah ini oleh pihak oposisi diputar balik dalam video di sosial media, pihak-pihak inilah yang memotong pernyataan Presiden, Padahal dalam bagian akhir pernyataan tersebut beliau telah menjelaskan bahwa pemerintah tengah mengupayakan peningkatan kesejahteraan guru honorer dengan memberikan kesempatan untuk mengikuti tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) dimana teknisnya diserahkan kepada Menpan RB.
Pegawai yang berstatus P3K akan mendapatkan hak penerimaan pendapatan dan tunjangan yang sama dengan pegawai yang berstatus sebagai PNS. Hanya saja pegawai P3K tidak mendapatkan hak tunjangan hari tua.
Pihak oposisi lainnya seperti Ferdinan Hutahaen selaku oposisi yang tidak kredibel karena tidak mampu memberikan alternatif bagi permasalahan negara dan hanya cenderung memprovokasi melalui opini negatif untuk menyudutkan pemerintah.
Di masa kebebasan dunia digital saat ini banyak media bayaran yang berafiliasi atau didukung oleh pihak oposisi dan memiliki visi kontra dengan pemerintah melalui serangkaian konten negatif seperti portal-islam.id dan media partisan yang tidak melakukan kroscek kebenaran info demi motif ekonomi seperti portal inikata.com.

Gerindra dan PKS Abaikan Warga DKI Jakarta Demi Kekuasaan

Gerindra dan PKS Abaikan Warga DKI Jakarta Demi Kekuasaan
Jakarta – Partai Gerindra dan PKS di DKI Jakarta masih berseteru menentukan Wagub pengganti Sandiaga Uno.
Gerindra dan PKS ternyata hanya fokus kepada kekuasaan dan materi serta cenderung mengenyampingkan kepentingan warga DKI karena perebutan jabatan Wagub yang tak kunjung usai menghambat jalannya roda pemerintahan.
Direktur Komunikasi LAPI Odorikus Holang meminta agar PKS dan Gerindra segera mengakhiri drama tersebut.
Holang meniali, drama wagub DKI berhasil menyita perhatian publik. Ia menyebut, pembahasan APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2019 jangan sampai terlupakan.
“Gerindra dan PKS sebaiknya hentikan drama soal perebutan kursi DKI II. Jangan selalu membuat drama dengan membarengi proses pembahasan APBD DKI,” ucap Holang kepada wartawan, Rabu (21/11) malam.
Sementara itu, dia menyarankan agar publik jangan terkecoh dengan lamanya proses penetapan penghuni kursi DKI II tersebut. Menurutnya yang terpenting saat ini adalah proses pembahasan APBD DKI Jakarta.
“Itu yang harus kita ‘pelototi’, masih ingat kan saat Ahok ungkap anggaran siluman yang pernah terjadi pada RAPBD tahun 2015, kita bukan menuding tapi itu menjadi pelajaran bagi publik,” tandasnya.
Perseteruan Gerindra dan PKS di DKI Jakarta tanda perpecahan koalisi dan tidak adanya perhatian kepada masyarakat. Gerindra dan PKS seharusnya mengakomodasi kepentingan masyarakat, bukan mengutamakan kepentingan parpol. Prabowo Subianto selaku Ketum Gerindra sampai sekarang belum memberikan instruksi mengenai pengganti Sandiaga Uno sehingga Prabowo gagal mengambil peran selaku pimpinan Parpol.
Sebelumnya, Pengamat Politik dari Indonesian Public Institute (IPI) Jerry Massie menilai ada sandiwara politik dari PKS dan Gerindra. Jerry menduga, kedua partai akan terus bersandiwara hingga pilpres 2019 nanti. Tentu saja, warga Jakarta yang dirugikan.
“Seperti ada unsur kesengajaan atau sebuah sandiwara politik yang dimainkan sampai tahun depan. Saya curiga mereka menunggu hasil Pilpres baru diumumkan, siapa yang jadi wakil gubernur,” kata dia.
Dia curiga, kalau pun kemudian koalisis Prabowo-Sandiaga kalah di Pilpres, maka Sandiaga akan kembali lagi menjadi wakil gubernur.
Menurut Jerry, jika skenario itu terjadi, sungguh tidak etis. Alhasil, sudah seharusnya Gerindra dan PKS segera menunjuk siapa pengganti Sandiaga. Pasalnya, Jakarta memerlukan perbaikan dan percepatan pelayanan publik.
“Kalau Sandiaga kalah bisa saja dia balik menjadi wagub DKI Jakarta. Sudah seharusnya dipercepat jangan tunggu sampai tahun depan,” ujar dia.
Dia menilai PKS dan Gerindra tak boleh terus bersandiwara karena perilaku itu sejatinya merusak demokrasi sekaligus merugikan warga DKI Jakarta. Karena kinerja gubernur tak akan pernah maksimal jika tidak didukung oleh wakil gubernur.

“Kan DPRD dan partai koalisi juga sangat menentukan. Bagi saya Anies akan menuruti saja siapa yang akan ditunjuk mendampinginya,” katanya.
Dia pun mengaku tak habis pikir pemilihan Wagub DKI ini diulur-ulur. Ini menunjukan bahwa ada lobi-lobi kepentingan kekuasaan dan bagi-bagi antara PKS dan Gerindra.